PASAMAN BARAT, Kabar60.com – Koordinator Lapangan (Korlap) LSM Peduli Lingkungan Bumi Andalas (Pelindas) Kabupaten Pasaman Barat, Kisman, mengatakan kehadiran Pabrik Kelapa Sawit (PKS) tanpa kebun pada awalnya diperkenankan dan telah membantu menyerap Tandan Buah Segar (TBS), namun dalam perkembangannya dinas terkait harus melakukan evaluasi terhadap aturan yang mengharuskan pabrik tersebut harus juga memiliki kebun sendiri.
“Peraturaan yang ada saat ini bahwa PKS disyaratkan untuk memiliki kebun sendiri yang mampu memasok pabrik minimal 20 persen,” ujarnya saat dikonfirmasi, Jum’at (10/2/2023).
Kehadiran pabrik tanpa kebun ini, seyogianya juga tak sejalan dengan dengan Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 98 Tahun 2013 Tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Permentan tersebut salah satunya mengatur mengenai keharusan bagi usaha industri pengolahan hasil kelapa sawit memenuhi paling rendah 20 persen kebutuhan bahan bakunya dari kebun yang diusahakan sendiri.
Saat ini dari data yang dimilikinya, ada 8 PKS tanpa kebun di Pasbar yang tersebar di beberapa kecamatan, antara lain Kecamatan Kinali 4 pabrik, Kecamatan Gunung Tuleh 2 pabrik dan Kecamatan Koto Balingka 2 unit.
Informasi yang didapat, beberapa di antara pabrik itu telah berupaya memenuhi persyaratan tersebut. Dalam hal ini, maka peran pemerintah kabupaten sangat penting dalam mengawal kemajuan yang dilakukan oleh PKS tanpa kebun tersebut.
Dari pantauan kita dilapangan, seperti Pabrik sawit PT. Berkat Sawit Sejahtera (BSS) yang berlokasi di Jorong Simpang 3 Alin itu, pasokan buahnya berasal dari toke atau pemilik veron. Jadi, kemitraan yang dibangunnya itu mana?. Begitu juga dengan Pabrik sawit PT. Usaha Sawit Mandiri (USM) yang terletak di Jorong Simpang, Nagari Parit.
“Dalam hal ini, kita minta kepada Dinas Perkebunan Kabupaten Pasaman Barat agar lebih tegas dalam menegakkan aturan yang ada, jangan main biarkan saja. Pikirkan nasib petani sawit Pasaman Barat,” tegasnya.
Memang diakui, seandainya pihak pabrik melalukan kemitraan dengan kelompok tani atau koperasi sawit, tentunya berbeda dengan harga kaca atau harga yang tertempel di pabrik itu, jauh lebih tinggi harga kemitraan daripada harga kaca.
“Apakah akibat perbedaan harga ini supaya pihak pabrik mengabaikan Permentan nomor 98 Tahun 2013,” lebih jelasnya.
Pernah dikonfirmasi Kadis Perkebunan Pasaman Barat, Roni, memgatakan pihak sudah menyurati pihak perusahaan agar melaksanakan permentan Nomor 98 Tahun 2013. “Kita tunggu dulu dengan waktu yang diberikan. Apabila juga tidak dilaksanakan maka kita akan koordinasikan dengan kepala daerah juga dengan instansi terkait lainnya,” sebutnya dengan tegas. (Bisri Batubara)